Читать книгу: «Penjelmaan», страница 8

Шрифт:

Bab Tiga Belas

Caitlin dan Caleb berdiri bersama di teras besar terbuka di luar Cloister, melihat keluar di malam hari. Jauh di sana, ia bisa melihat Sungai Hudson, mengintip di antara pepohonan yang meranggas di bulan Maret. Di kejauhan, ia bahkan bisa melihat lampu-lampu kecil mobil menuju jembatan. Malam itu benar-benar hening.

"Aku ingin kau menjawab beberapa pertanyaan bagiku, Caleb," katanya lembut, setelah beberapa detik hening.

"Aku tahu," jawab Caleb.

"Apa yang aku lakukan di sini? Menurutmu siapa aku ini?" tanya Caitlin. Ini membawanya beberapa detik lagi untuk mengumpulkan keberanian untuk menanyakan pertanyaan terakhir, "Dan kenapa kau menyelamatkan aku?"

Caleb memandang ke cakrawala selama beberapa detik. Ia tidak tahu apa yang sedang dipikirkannya, atau jika ia bahkan akan menjawab.

Akhirnya, dia berpaling padanya. Dia menatap langsung ke matanya, dan kekuatan tatapannya sangat menakjubkan. Ia tidak bisa berpaling jika ia mencobanya.

"Aku adalah vampir," ujarnya, datar. "Dari Coven Putih. Aku hidup selama lebih dari 3.000 tahun, dan aku berada dalam coven ini selama 800 tahun di antaranya.”

“Mengapa aku ada di sini?”

“Coven dan ras vampir selalu berperang. Mereka sangat teritorial. Sayangnya, kau tersandung tepat ke tengahnya."

"Apa maksudmu?" tanyanya. "Bagaimana?"

Dia menatapnya, bingung. "Kau tidak ingat?"

Ia menatap kembali, dengan tatapan kosong.

"Pembunuhanmu. Itu memicu semua ini."

"Pembunuhan?"

Dia menggelengkan kepala dengan perlahan. "Jadi, kau tidak ingat. Khas. Pembunuhan pertama selalu seperti itu." Dia menatap matanya. "Kau membunuh seseorang tadi malam. Seorang manusia. Kau meminum darahnya. Di Carnegie Hall. "

Caitlin merasa dunianya berputar. Ia hampir tak percaya dirinya mampu menyakiti siapa pun, namun entah bagaimana, jauh di lubuk hati, ia merasa itu benar. Ia merasa takut untuk bertanya siapa orang itu. Mungkinkah Jonah?

Seakan membaca pikirannya, Caleb menambahkan, "Penyanyi itu."

Caitlin hampir tidak bisa mencerna semuanya. Rasanya terlalu nyata. Ia merasa seolah ia baru saja dicap dengan tanda hitam bahwa ia tidak pernah bisa membatalkannya. Ia merasa begitu hancur. Dan di luar kendali.

"Mengapa aku melakukannya?" tanyanya.

"Kau harus minum darah," jawabnya. "Mengapa kau melakukannya di sana, dan kemudian, itulah yang tidak seorang pun yang tahu. Itulah yang memulai perang ini. Kau berada di wilayah coven yang lain. Sebuah coven sangat kuat.”

“Jadi, aku hanya berada di tempat yang salah pada waktu yang salah?”

Dia mendesah, “Aku tidak tahu. Mungkin ada sesuatu yang lebih dari itu.”

Ia menatapnya. “Apa maksudmu?”

“Mungkin kau dimaksudkan untuk ada di sana. Mungkin itu adalah takdirmu.”

Ia berpikir. Ia berpikir keras, takut untuk mengajukan pertanyaan selanjutnya. Akhirnya, ia memantapkan keberaniannya. “Jdi apakah itu berarti…aku adalah seorang vampir?”

Dia memalingkan muka. Setelah beberapa detik, dia akhirnya berkata, “Aku tidak tahu.”

Dia berpaling dan menatapnya.

“Kau bukan seorang vampir sungguhan. Tapi kau bukan manusia sungguhan juga. Kau berada entah di mana di antaranya.”

“Berdarah campuran?” tanyanya.

“Itulah apa yang mereka sebut. Aku tidak begitu yakin.”

“Apakah itu tepatnya?”

“Itu adalah seorang vampir yang dilahirkan. Itu bertentangan dengan hukum kami, doktrin kami, bagi seorang vampir untuk mempunyai keturunan dengan seorang manusia. Terkadang, meskipun, seorang vampir kawakan akan melakukannya. Hal itu sangat merendahkan ras kami. Hukuman untuk kawin silang dengan seorang manusia adalah kematian. Tidak terkecuali. Dan anak itu dianggap orang buangan.”

“Tapi aku kira kau mengatakan bahwa Mesiahmu adalah seseorang berdarah campuran? Bagaimana mereka meremehkan seseorang berdarah campuran jika seseorang itu akan menjadi penyelamat mereka?”

“Itulah paradoks agama kami,” jawabnya.

"Ceritakan lebih banyak," ia mendesak. "Bagaimana tepatnya seseorang berdarah campuran itu berbeda?"

"Vampir sungguhan minum darah dari saat mereka berubah. Darah campuran biasanya tidak mulai minum darah sampai mereka cukup umur."

Ia takut untuk mengajukan pertanyaan berikutnya.

"Kapankah itu?”

“18 tahun.”

Caitlin berpikir keras. Itu mulai masuk akal. Ia baru saja berumur 18. Dan hasratnya baru saja dimulai.

"Darah campuran juga tidak abadi," lanjut Caleb. "Mereka bisa mati, seperti manusia biasa. Kami, sebaliknya, tidak bisa.

"Untuk menjadi seorang vampir sejati, seseorang harus dihidupkan oleh vampir sejati, seseorang dengan maksud untuk meminum. Para vampir tidak diperbolehkan untuk mengubah sembarang orang - itu akan menggelembungkan ras kita terlalu besar. Mereka harus mendapatkan izin terlebih dahulu dari Dewan Induk."

Caitlin mengerutkan alisnya, mencoba untuk mencerna semuanya.

"Kau memiliki sejumlah kualitas kami, tetapi tidak semua. Dan karena kau bukan keturunan penuh, sayangnya, ras vampir tidak akan menerimamu. Setiap vampir dimiliki sebuah coven. Itu terlalu berbahaya untuk tidak dimiliki. Biasanya, aku bisa mengajukan petisi untuk menerima kau dalam barisan kami. Tetapi mengingat bahwa kau adalah campuran...mereka tidak akan mengizinkannya. Tidak ada coven yang mau."

Caitlin berpikir keras. Jika ada sesuatu yang lebih buruk daripada menemukan bahwa dirinya sesuatu selain manusia, mengetahui bahwa ia tidak benar-benar sesuatu. Mengetahui bahwa ia tidak bisa punya tempat. Ia tidaklah di sini atau di sana, terjebak di antara dua dunia.

"Jadi apa semua pembicaraan tentang Mesias? Tentang aku yang merupakan...Yang Terpilih?"

"Doktrin kami, hukum kuno kami, mengatakan kepada kami bahwa suatu hari seorang utusan, seorang Mesias, akan tiba, dan membawa kami pada pedang yang hilang. Ini memberitahu kami bahwa pada hari itu, perang akan dimulai, sebuah akhir, perang habis-habisan antara ras vampir, perang yang bahkan akan menyeret ras manusia. Ini adalah versi kami tentang Hari Kiamat. Satu-satunya hal yang bisa menghentikannya, yang bisa menyelamatkan kami semua, adalah pedang yang hilang ini. Dan satu-satunya orang yang dapat menuntun kami pada pedang itu adalah Mesias.

“Ketika aku menyaksikan apa yang terjadi padamu mala mini, aku merasa yakin bahwa itu adalah kau. Aku tidak pernah melihat vampir lain yang kebal terhadap air suci seperti itu.”

Ia menatap pada dirinya.

“Dan sekarang?” tanyanya.

Dia memandang ke arah cakrawala.

“Aku tidak begitu yakin.”

Caitlin menatapnya. Ia merasakan sebuah keputus-asaan merebak.

“Jadi,” ia bertanya, takut atas jawabannya, “apakah itu adalah satu-satunya alasan kau menyelamatkan aku? Karena kau piker aku akan menuntunmu pada sebuah pedang yang hilang?”

Caleb balas memandang, dan ia bisa melihat kebingungan dalam wajahnya.

“Apa alasan lain yang akan ada?” jawabnya.

Ia merakan angin menghisapnya, seolah-olah ia telah dipukul oleh sebuah pemukul. Semua cinta yang ia rasakan terhadapnya, hubungan yang ia kira akan mereka miliki, terkuras dalam satu helaan napas. Ia merasa ingin menangis. Ia ingin berbalik dan lari, tapi tidak tahu ke mana harus pergi. Ia merasa malu.

“Nah,” katanya, menahan air matanya, “paling tidak istrimu akan senang mengetahui bahwa kau hanya melakukan tugasmu. Bahwa kau tidak punya perasaan terhadap orang lain. Atau apapun kecuali pedang bodoh itu.”

Ia berbalik dan berjalan menjauh. Ia tidak tahu ke mana ia akan pergi, tapi ia harus menjauh darinya. Perasaannya terlalu tidak tertahankan. Ia tidak tahu bagaimana untuk membuatnya menjadi masuk akal.

Ia baru saja pergi beberapa kaki ketika ia merasakan sebuah tangan di lengannya. Dia memutar tubuhnya. Dia berdiri di sana, menatap ke dalam matanya.

“Dia bukan istriku,” katanya dengan lembut. “Kami pernah menikah dulu, ya, tapi itu 700 tahun yang lalu. Pernikahan itu hanya bertahan satu tahun. Dalam ras vampir, sayangnya, mereka tidak melupakan sesuatu dengan mudah. Tidak ada pembatalan.”

Caitlin mengibaskan tangannya lepas, “Nah, apapun dia, dia akan gembira karena kau kembali.”

Caitlin tetap berjalan, melangkah menjauh.

Sekali lagi dia menghentikannya, kali ini mengepungnya dan berdiri tepat di jalannya.

“Aku tidak tahu bagaimana aku sudah menyinggungmu,” katanya, “tapi apapun yang aku lakukan, aku minta maaf.”

Itu adalah apa yang tidak kau lakukan, Caitlin ingin mengatakannya. Itu adalah apa yang tidak kau pedulikan, bahwa kau tidak benar-benar mencintaiku. Bahwa aku hanyalah sebuah obyek, sesuatu untuk mencapai tujuan. Hanya seperti pria-pria lain yang pernah aku kenal. Aku telah mengira bahwa kali ini, mungkin, dia berbeda.

Tapi ia tidak mengatakannya, sebaliknya, ia hanya menundukkan kepalanya, dan sebaik mungkin menahan air mata. Ia tidak bisa melakukannya. Ia merasakan air mata panas mengalir jatuh kepipinya. Ada sebuah tangan di pipinya, dan dia mengangkat kepalanya, memaksanya untuk memandang dia.

“Aku minta maaf,” akhirnya dia berkata, terdengar tulus. “Kau memang benar. Itu bukan satu-satunya alasan aku menyelamatkanmu.” Dia menarik napas dalam. “Aku memang merasakan sesuatu terhadap dirimu.”

Caitlin merasakan hatinya melambung.

“Tapi kau harus mengerti, itu terlarang. Hukum sangat ketat terhadap hal ini. Seorang vampir tidak pernah dapat, selamanya, bersama dengan seorang manusia, atau seorang darah campuran, atau siapapun yang bukan vampir sejati. Hukumannya adalah kematian. Tidak ada cara lain untuk itu.”

Caleb menunduk.

“Jadi, kau lihat,” dia akhirnya melanjutkan, “jika aku tidak merasakan sesuatu terhadap dirimu, jika aku hanya bertindak untuk sejumlah alasan selain untuk kebaikan, maka itu akan berarti kematianku.”

“Lalu, apa yang akan terjadi padaku?” tanyanya. Ia memandang ke sekeliling. “Yang jelas, aku tidak diterima di sini. Ke mana aku harus pergi?”

Caleb menunduk, menggelengkan kepalanya.

“Aku tidak bisa pulang,” tambahnya. “Aku tidak lagi punya rumah. Para polisi mencariku. Demikian juga para vampir jahat itu. Apa yang harus aku lakukan? Pergi ke luar sana sendirian? Aku bahkan tidak tahu apa aku ini.”

“Aku harap aku mempunya jawabannya. Aku mencoba. Aku sungguh-sungguh melakukannya. Tapi tidak ada lagi yang bisa aku perbuat. Tidak seorang pun bisa menentang Dewan. Itu akan berarti kematian kita. Aku dihukum 50 tahun kurungan. Aku tidak bisa meninggalkan tanah ini. Jika aku melakukannya, aku akan diusir dari klanku selamanya. Kau harus mengerti.”

Caitlin berbalik pergi, tapi sekali lagi dia memutar tubuhnya.

“Kau harus mengerti! Kau hanyalah manusia. Hidupmu akan berakhir dalam 80 tahun. Tapi untukku, ribuan tahun. Penderitaanmu singkat. Penderitaanku tiada akhir. Aku tidak bisa dibuang untuk selamanya. Covenku adalah satu-satunya yang aku miliki. Aku mencintaimu. Aku merasakan sesuatu terhadap dirimu. Sesuatu yang aku sendiri bahkan tidak mengerti. Sesuatu yang tidak pernah aku rasakan terhadap siapapun dalam 3.000 tahun. Tapi aku tidak bisa menanggung akibat meninggalkan dinding ini.”

“Jadi,” ujarnya, “aku akan bertanya padamu lagi. Apa yang akan terjadi pada diriku?”

Dia hanya menundukkan kepalanya.

“Aku mengerti,” jawabnya. “Aku bukan lagi masalahmu.”

Ia mengambil jalannya segera melintasi teras itu , dan menuruni tangga batu. Kali ia benar-benar pergi, menuju Bronx dalam kegelapan malam Kota New York. Ia tidak pernah merasa sendiri seperti ini.

Bab Empat Belas

Kyle berjalan tepat menuju koridor batu, diapit oleh serombongan kecil vampir. Mereka berjalan cepat menyusuri lorong, langkah kaki mereka bergema, salah satu ajudannya memegang obor di depan.

Mereka sedang menuju jauh ke dalam koridor pimpinan, ruang bawah tanah yang tidak satu pun vampir yang pernah masuk kecuali diberikan izin. Kyle belum pernah ke bawah sini sebelumnya. Tapi pada hari ini, dia dipanggil oleh pemimpin tertingginya sendiri. Pasti serius. Pada 4.000 tahun, Kyle tidak pernah dipanggil. Tapi dia telah mendengar dari orang lain yang pernah dipanggil. Mereka yang pernah ke sana, dan tidak akan kembali.

Kyle menelan ludah, dan berjalan lebih cepat. Dia selalu percaya bahwa itu yang terbaik untuk menyambut berita buruk dengan cepat, dan segera menyelesaikannya.

Mereka datang di pintu besar yang terbuka, dijaga oleh beberapa vampir, yang menatap dingin padanya. Akhirnya, mereka melangkah ke samping dan membuka pintu. Tapi setelah Kyle berlalu, mereka mengulurkan tongkat mereka, mencegah rombongan mengikuti. Kyle merasa pintu dibanting di belakangnya.

Kyle melihat puluhan vampir berbaris, tegak, di sepanjang dinding, berdiri diam-diam di kedua sisi ruangan. Di depan dan tengah di dalam ruangan, duduk di kursi besar logam adalah Rexus, pemimpin tertingginya.

Kyle mengambil beberapa langkah ke depan dan menundukkan kepalanya, menunggu untuk ditangani.

Rexus menatap kembali dengan tatapan matanya birunya yang dingin dan keras.

"Ceritakan semua yang kau tahu tentang manusia ini, atau berdarah campuran, atau apa pun dia," ia memulai. "Dan tentang mata-mata ini. Bagaimana dia menyusup ke kelompok kita?"

Kyle mengambil napas dalam-dalam, dan memulai.

"Kami tidak tahu banyak tentang gadis itu," ujarnya. "Kami tidak tahu mengapa air suci tidak memengaruhi dirinya. Tapi kami tahu bahwa dia adalah orang yang menyerang penyanyi itu. Kami memiliki penyanyi itu dalam tahanan sekarang, dan segera setelah dia pulih, kami mengharapkan dia untuk membawa kita padanya. Dia dihidupkan olehnya. Dia memiliki aroma dalam darahnya."

"Apa coven yang dia miliki?" tanya Rexus.

Kyle berjalan dalam kegelapan, memilih kata-katanya dengan hati-hati.

"Kami pikir dia hanya vampir bajingan.”

“Pikir!? Apa kau tidak tahu apa-apa?”

Kyle, ditegur, merasa pipinya memerah.

"Jadi kau membawanya ke tengah-tengah kita tanpa mengetahui sesuatu tentang dia," kata Rexus. "Kau membahayakan seluruh coven kita."

"Saya membawa dia untuk menginterogasinya. Aku tidak tahu dia akan kebal."

"Dan bagaimana dengan mata-mata itu?" tanya Rexus, memotongnya.

Kyle menelan ludah.

"Caleb. Kami membawanya masuk 200 tahun yang lalu. Dia telah membuktikan loyalitasnya berkali-kali. Kami tidak pernah punya alasan untuk mencurigainya.”

“Siapa yang telah merekrutnya?” tanya Rexus.

Kyle berhenti sejenak. Dia menelan ludah dengan sulit.

“Saya.”

“Jadi,” ujar Rexus. “Sekali lagi, kau mengizinkan sebuah ancaman dalam barisan kita.”

Rexus melotot kembali. Itu bukan pertanyaan. Itu sebuah pernyataan. Dan penuh dengan kecaman.

"Saya minta maaf, tuan," kata Kyle, menundukkan kepala. "Tapi dalam pembelaan saya, tidak ada seorang pun di sini, tidak satu vampir, pernah mencurigai Caleb. Pada banyak kesempatan - "

Rexus mengangkat tangannya.

Kyle berhenti.

"Kau telah memaksaku untuk memulai perang. Sekarang aku akan harus mengarahkan kembali semua sumber daya kita. Rencana induk kita harus ditunda."

"Saya minta maaf, tuan. Saya akan melakukan apapun yang saya bisa untuk menemukan mereka, dan membuat mereka membayarnya. "

"Aku takut itu terlalu terlambat untuk itu."

Kyle menelan ludah, menguatkan dirinya untuk apa yang mungkin terjadi selanjutnya. Jika itu adalah kematian, dia sudah siap.

"Aku bukan lagi yang kau butuhkan untuk menjawab. Aku sendiri telah dipanggil. Oleh Dewan Tertinggi."

Mata Kyle terbuka lebar. Dia telah mendengar desas-desus di sepanjang hidupnya tentang Dewan Tertinggi, badan pemerintahan vampir yang bahkan pemimpin tertinggi harus patuh. Dan sekarang dia tahu bahwa itu adalah nyata, dan bahwa mereka memanggilnya. Dia menelan ludah.

"Mereka sangat bahagia dengan apa yang terjadi di sini hari ini. Mereka ingin jawaban. Kau akan menjelaskan kesalahan yang kau buat, mengapa dia melarikan diri, mengapa mata-mata menyusup ke kelompok kita, dan rencana kita untuk membersihkan mata-mata lainnya. Kau kemudian akan menerima penilaian mereka dalam keputusan.”

Kyle perlahan mengangguk, takut untuk apa yang akan datang. Tidak satu pun dari hal itu terdengar bagus.

"Kita bertemu di bulan baru berikutnya. Itu memberi kau waktu. Sementara itu, aku sarankan kau temukan darah campuran ini. Jika kau bisa, mungkin saja menyelamatkan nyawamu."

"Saya berjanji, tuanku, Saya akan memanggil setiap orang dari vampir kami. Dan saya akan memimpin penangkapan itu sendiri. Kami akan menemukannya. Dan saya akan membuat dia membayar.”

Bab Lima Belas

Jonah duduk di kantor polisi, sangat takut. Di satu sisi duduk ayahnya, tampak lebih gugup daripada yang pernah dilihat Jonah, dan di sisi lain, pengacara yang baru disewa. Di seberang mereka, ruang interogasi kecil yang terang, duduk lima detektif polisi. Di belakang mereka berdiri lima lagi, semua mondar-mandir dan gelisah.

Itu adalah berita terbesar hari ini. Tidak hanya karena penyanyi yang diakui dunia internasional terbunuh, tepat selama pertunjukan debutnya, tepat di Carnegie Hall - tidak hanya karena dia dibunuh dengan cara yang mencurigakan, tetapi hal-hal telah berhasil mendapatkan petunjuk yang bahkan lebih buruk. Ketika polisi menindaklanjuti hanya mengarahkan mereka, ketika mereka mengunjungi apartemennya, empat polisi tewas. Untuk mengatakan bahwa hal-hal telah berkembang untuk membuatnya lebih ringan.

Sekarang, tidak hanya mereka setelah "Penjagal Beethoven" (atau "Pembunuh Carnegie Hall," seperti itulah beberapa makalah menyebutnya) tetapi mereka juga mengejar seorang pembunuh polisi. Seorang pembunuh empat polisi. Setiap polisi di kota itu ditugaskan pada kasus ini, dan tak seorang pun akan beristirahat sampai hal itu terpecahkan.

Dan satu-satunya petunjuk mereka sedang duduk di seberang meja dari mereka. Jonah. Tamunya malam itu.

Jonah duduk dengan mata terbelalak, merasakan tetes keringat terbentuk lagi di dahinya. Ini adalah jam ketujuh di ruangan itu. Selama tiga jam pertama ia terus menyeka keringat dari garis rambutnya. Sekarang dia hanya membiarkan keringat menetes di sisi wajahnya. Ia merosot di kursinya, merasa kalah.

Ia tidak tahu apalagi yang harus ditambahkan. Polisi demi polisi memasuki ruangan itu, semua menanyakan pertanyaan yang sama. Semua bervariasi pada satu tema. Ia tidak mempunyai jawabannya. Ia tidak bisa memahami mengapa mereka terus menanyakan hal yang sama padanya, lagi dan lagi. Berapa lama kau telah mengenalnya? Mengapa kau membawnya ke acara ini? Mengapa dia pergi saat istirahat? Mengapa kau tidak mengikutinya?

Bagaimana itu semua mengarah padanya? Ia telah menunjukkan dirinya dengan sangat cantik. Dia sangat manis. Ia suka berada bersamanya, dan berbicara kepadanya. Dia yakin itu akan menjadi sebuah kencan impian.

Lalu dia bertingkah aneh. Segera setelah music dimulai, ia merasakan kegelisahan terbentuk dalam dirinya. Dia terlihat…sakit bukan kata yang tepat. Dia nampak…gelisah. Lebih dari itu: dia nampak seperti dia akan meledak keluar dari kulitnya. Seperti dia harus pergi ke suatu tempat, dan pergi dengan cepat.

Pertamanya dia merasa itu hanyalah karena dia tidak menyukai konser itu. Ia telah bertanya-tanya apakah membawanya ke sana adalah gagasan yang jelek. Lalu ia telah bertanya-tanya apakah mungkin dia tidak menyukainya. Tapi kemudian nampaknya itu berkembang lebih kuat, dan dia hampir bisa merasakan panas menyebar keluar dari kulitnya. Dia lalu mulai bertanya-tanya apakah dia menderita sejenis penyakit, mungkin keracunan makanan.

Ketika dia benar-benar menghambur keluar dari tempat itu, ia bertanya-tanya apakah dia berlari ke kamar mandi. Ia bingung, tapi ia menunggu dengan sabar di pintu, dengan asumsi dia akan kembali setelah istirahat. Tapi setelah lima belas menit, setelah bel akhir berbunyi, ia sudah kembali ke tempat duduknya sendirian, bingung.

Setelah 15 menit berlalu, lampu di seluruh ruangan telah dinyalakan. Seorang pria datang di atas panggung dan membuat pengumuman bahwa konser tidak akan berlanjut. Bahwa pengembalian dana akan dikeluarkan. Dia tidak mengatakan mengapa. Seluruh orang tersentak, kesal, tapi kebanyakan bingung. Jonah telah menghadiri konser sepanjang hidupnya, dan belum pernah melihat satu pun berhenti di istirahat. Mungkinkah sang vokalis ternyata sakit?

“Jonah?” tukas detektif itu.

Jonah memandang ke arahnya, terkejut.

Detektif itu menatap ke bawah, dengan marah. Grace namanya. Dia adalah polisi yang paling sulit yang pernah ia temui. Dan dia tak kenal lelah.

"Kau tidak dengar apa yang baru saya kemukakan?"

Jonas menggeleng.

"Aku ingin kau ceritakan lagi segala sesuatu yang kau tahu tentang dia," katanya. "Ceritakan lagi bagaimana kau bertemu."

"Aku sudah menjawab pertanyaan itu satu juta kali," jawab Jonah, frustrasi.

"Aku ingin mendengarnya lagi."

"Aku bertemu dengannya di kelas. Dia anak baru. Aku memberinya tempat dudukku."

"Lalu apa?"

"Kita berbicara sedikit, melihat satu sama lain di kantin. Aku mengajaknya kencan. Dia bilang ya."

"Itu saja?" tanya detektif. "Sama sekali tidak ada rincian lainnya, tidak suatu hal lain untuk ditambahkan?"

Jonah berdebat dengan dirinya sendiri atas berapa banyak yang harus dikatakan kepada mereka. Tentu saja, masih ada lagi. Ada ia dipukuli oleh para pengganggu itu. Ada buku hariannya, berbaring misterius di sampingnya. Kecurigaannya kepada dia sudah ada. Bahwa dia telah membantunya. Bahwa dia bahkan memukuli orang-orang itu entah bagaimana. Bagaimana, ia tidak tahu.

Tapi apakah ia seharusnya memberitahu polisi itu? Bahwa dia telah dipukuli? Yang menurutnya ia ingat melihat dia di sana? Bahwa ia berpikir ia ingat melihat dia memukuli empat orang yang dua kali ukuran tubuhnya? Tak satu pun dari itu masuk akal, bahkan tidak baginya. Itu pasti tidak akan masuk akal bagi mereka. Mereka hanya akan berpikir ia berbohong, membual. Mereka sedang mencarinya. Dan ia tidak akan membantu.

Meskipun semuanya, ia merasa protektif terhadap dirinya. Ia tidak bisa benar-benar mengerti apa yang telah terjadi. Sebagian dari dirinya tidak percaya, tidak mau percaya. Apakah dia benar-benar membunuh penyanyi itu? Mengapa? Apakah benar-benar ada dua lubang di lehernya, seperti yang dikatakan surat kabar? Apakah dia menggigitnya? Apakah dia semacam...

"Jonah," bentak Grace. "Kataku, apakah ada hal lain?"

Detektif itu menatap ke arahnya.

"Tidak," katanya, akhirnya. Ia berharap dia tidak tahu ia berbohong.

Seorang detektif baru melangkah maju. Dia membungkuk, menatap langsung ke mata Jonah. "Apakah ada sesuatu yang dia katakan malam itu yang menunjukkan bahwa mentalnya tidak stabil?"

Jonah mengerutkan alisnya.

"Maksudmu, gila? Mengapa aku berpikir begitu? Dia adalah teman yang hebat. Aku benar-benar menyukainya. Dia cerdas, dan baik. Aku suka berbicara dengannya."

"Apa yang kalian bicarakan?" Itu adalah detektif wanita lagi.

“Beethoven,” jawab Jonah.

Para detektif saling memandang. Dengan bingung, ekspresi yang tidak menyenangkan di wajah mereka, orang akan membayangkan ia berkata "pornografi."

"Beethoven?" salah seorang detektif, seorang pria gemuk berusia 50-an, bertanya, dengan suara mengejek.

Jonah kelelahan, dan merasa seperti mengejek dia kembali.

"Dia seorang komposer," kata Jonah.

"Aku tahu siapa Beethoven, anak nakal," bentak detektif itu.

Detektif lain, seorang pria gemuk di tahun 60-an dengan pipi merah yang besar, mengambil tiga langkah ke depan, menempatkan telapak gemuk di atas meja, dan membungkuk cukup dekat sehingga Jonah bisa mencium napas kopi yang tidak enak. "Perhatikan sobat, ini bukan permainan. Empat polisi mati karena pacar kecilmu," katanya. "Sekarang kita tahu bahwa kau tahu di mana dia bersembunyi," katanya. "Kau lebih baik mulai berkata dan -"

Pengacara Jonah mengangkat tangannya. "Itu dugaan, detektif. Anda tidak bisa menuduh klien saya atas - "

"Aku tidak peduli tentang klienmu!" detektif itu berteriak kembali.

Keheningan tegang jatuh di atas ruangan.

Tiba-tiba, pintu terbuka, dan masuklah detektif lain, memakai sarung tangan karet. Dia membawa telepon Jonah di satu tangan, dan meletakkannya di meja di sampingnya. Jonah senang melihatnya kembali.

“Ada sesuatu?" salah seorang polisi bertanya.

Polisi dengan sarung tangan membawanya dan melemparkannya di tempat sampah. Dia menggeleng.

"Tidak ada. Ponsel anak ini bersih. Dia punya beberapa pesan teks darinya sebelum acara, tapi itu saja. Kami mencoba nomor teleponnya. Mati. Kami menarik semua catatan telepon sekarang. Lagi pula, dia mengatakan yang sebenarnya. Sebelum kemarin, dia tidak pernah menelpon atau mengirim sms padanya."

"Sudah kubilang," Jonah membentak kembali pada polisi itu.

"Detektif, apakah bisa kita teruskan?" tanya pengacara Jonah.

Para detektif berbalik dan saling memandang.

"Klien saya tidak melakukan kejahatan, dan tidak melakukan kesalahan. Dia telah bekerja sama sepenuhnya dengan penyelidikan ini, menjawab semua pertanyaan Anda. Dia tidak berniat meninggalkan negara, atau bahkan kota. Ia tersedia untuk diinterogasi setiap saat. Saya minta sekarang bahwa ia dibebaskan. Dia adalah seorang pelajar, dan dia bersekolah di pagi hari. "Pengacara itu menatap arlojinya. "Ini hampir 01:00 pagi, Tuan-tuan."

Tepat pada saat itu, berdering keras di dalam ruangan, disertai dengan getaran yang kuat. Semua mata dalam ruangan tiba-tiba beralih ke ponsel Jonah, terletak di sana di meja logam. Itu bergetar lagi, dan menyala. Sebelum Jonah bisa mencapainya, ia melihat dari siapa. Seperti yang dilakukan orang lain di dalam ruangan.

Itu dari Caitlin.

Dia ingin tahu di mana ia berada.

Возрастное ограничение:
16+
Дата выхода на Литрес:
10 октября 2019
Объем:
152 стр. 4 иллюстрации
ISBN:
9781632911810
Правообладатель:
Lukeman Literary Management Ltd
Формат скачивания:
epub, fb2, fb3, ios.epub, mobi, pdf, txt, zip

С этой книгой читают

Новинка
Черновик
4,9
177